Minggu, 31 Mei 2009

Ada apa dengan Facebook? (1)

ADA APA DENGAN FACEBOOK?
(Antara Fatwa dan Kebutuhan Manusiawi)
Oleh: Hadisaputra
Direktur Alkemis Institute

“I want to spend the Rest of My Life Everywhere, with Everyone.
One to One. Always. Forever. Now.” (Damien Hirst)
Ungkapan diatas sangat sempurna untuk menggambarkan ketergantungan manusia modern terhadap Internet. Internet penuh dengan jutaan rumah-maya pribadi, orang-orang berbagi kehidupan p ribadinya dengan banyak orang, di setiap tempat, sekarang dan selamanya. Salah satu situs jejaring sosial yang kini telah beranggotakan lebih dari 200 juta orang adalah Facebook.
Facebook adalah situs jaringan sosial yang diluncurkan pada 4 Februari 2004 dan didirikan oleh Mark Zuckerberg, seorang lulusan Harvard dan mantan murid Ardsley High School. Keanggotaannya pada awalnya dibatasi untuk siswa dari Harvard College. Selanjutnya dikembangkan pula jaringan untuk perguruan tinggi lain, sekolah-sekolah tingkat atas dan beberapa perusahaan besar. Sejak 11 September 2006, orang dengan dengan alamat surat-elektronik apa pun dapat mendaftar di Facebook.
Beberapa hari ini berkembang kontroversi seputar hukum Facebook beredar setelah Forum Musyawarah Pondok Pesantren Putri (FMP3) se-Jatim yang terdiri atas delegasi santri putri mengharamkan penggunaan jejaring sosial, seperti Facebook jika digunakan secara berlebihan (Kompas.com/22/05).
Tulisan ini tidak bermaksud untuk menilai atau menghakimi Facebook. Sebagaimana ungkapan filsuf Spinoza “Jangan menilai, jangan menghakimi, dan jangan mengikuti, namun harus mengerti dan harus memahami”. Penulis berupaya untuk mengerti dan memahami. Oleh karena itu penulis berupaya melakukan eksplorasi empatetik terhadap ratusan juta orang yang keranjingan Facebook..
Facebook Memanusiakan Manusia
Dalam sebuah obrolan di chatroom Facebook, seorang teman mengajukan pertanyaan yang menggelitik “Apa yang membuat ratusan juta orang keranjingan Facebook?” Waktu itu saya menegaskan bahwa jawaban saya mewakili diri sendiri, sebab saya merasa tidak berhak mewakili jutaan facebooker (Pengguna facebook) lainnya. Apalagi saya belum pernah membaca buku atau hasil penelitian yang menjawab pertanyaan tersebut.
Seingat saya, waktu itu saya memberikan beberapa jawaban. Pertama, Facebook membuka kotak pandora kenangan masa lalu para facebooker. Betapa tidak melalui Facebook, kita bisa bertemu kembali dengan kawan-kawan lama. Baik teman sekampung, saudara/keluarga yang nun jauh disana ataupun teman-teman seangkatan di bangku SD, SMP, SMA atau Perguruan tinggi. Seolah kita sedang memutar jarum jam. Mengennag kembali memori-memori yang telah lalu, baik yang indah, lucu maupun menjengkelkan. Kita dapat mengenang kembali saat-saat bermain, kenagan lama bersama pacar ‘cinta monyet di SMP, atau teman seperjuangan waktu masih terlibat di gerakan mahasiswa.
Ada yang bilang bahwa biasanya orang-orang yang senang membincang atau mengenang masa lalu adalkah orang-orang yang tidak bahagia di masa sekarang ataupun tidak optimis menatap hari esok. Pernyataan ini mungkin ada benarnya, tapi bisa juga berarti orang yang senang membincang masa lalu sebagai tanda kesyukuran atas kehidupan yang sekarang. Merka menganggap rangkaian mozaik-mozaik masa lalu itulah yang telah menyempurnakan keindahan mozaik hidupnya hari ini. Sekaligus merangkai masa lalu sebagai cermin untuk merangkai hari esok.
Jawabanku yang kedua, Facebook juga telah menjadi instrumean alternatif untuk merekatkan hubungan silaturahmi antar keluarga/sahabat yang mungkin kendor akibat padatnya aktivitas keseharian. Apalagi saat ini hampir semua perkantoran, baik lembaga pemerintah maupun swasta, memiliki akses internet. Seorang pegawai/karyawan bisa berkomunikasi dengan keluarga/sahabat di tempat lain sembari menyelesaikan pekerjaan kantornya. Facebook adalah jawaban atas individuasi masyarakat modern. Facebook seolah menjadi antitesis bahwa manusia modern juga tak dapat lepas dari takdirnya sebagai zoon politicon.
Jawaban ketiga, Facebook juga bisa menjadi wadah untuk mencari teman baru, yang memiliki hoby ataupun pandangan hidup yang sama. Dalam form data diri yang disediakan oleh facebook, ada pertanyaan alasan bergabung. Disitu disediakan beberapa alternatif jawaban. Misalnya, alasan Friendship (Mencari teman), relationship (pacar), network (jaringan). Seolah facebook ingin menegaskan dan membenarkan teori David McClelland (1961) bahwa motivasi manusia didorong oleh 3 kebutuhan utama. Yakni Need for Achievement (Kebutuhan untuk berprestasi) , Need for Power (Kebutuhan akan kekuasaan) dan Need for Affiliation.(Kebutuhan untuk berhubungan dengan orang lain).
Facebook setidaknya merupakan jawaban atas Need for Affiliation. Disamping itu Facebook juga menjadi instrumen pendukung bagi Need for Power (setidaknya digunakan sebagai alat kampanye gratis bagi para politisi). Dalam hubungannya dengan Need for Achievement, melalui jaringan Facebook terjadai pertukaran informasi seputar literatur ataupun informasi beasiswa.
Hal yang menarik terkai dengan relasi antara Facebook dan Need for Power dapat dilihat dari fenomena kemenangan Barrack Obama, yang menurut sejumlah pengamat disebabkan oleh kemampuan beliau untuk memaksimalkan teknologi informasi termasuk memberdayakan para Facebooker. Fenomena terakhir adalah pemblokiran jaringan Facebook jelang Pilpres Iran. Menurut sumber Kompas.com, alasan pemblokiran adalah karena para pendukung Hussein Mousavi (Capres dari kubu reformis) menggunakan situs jaringan sosial itu dengan lebih baik untuk menyebarluaskankan posisi Mousavi. Mousavi memiliki 5.000 lebih pendukung yang bergabung dengan halaman Facebook-nya, yang antara lain berisi kritik atas pemerintahan saat ini yang dianggap tidak menghargai warga Iran di seluruh dunia. Terlepas dari kontroversi dan alasan pemblokiran, setidaknya warga dunia semakin meyadari bahwa facebook adalah ruang sosialisasi politik yang cukup efektif.
Jawaban keempat, saya menukil teori piramida kebutuhan manusia menurut Abraham Maslow. Maslow memperkenalkan 5 jenis kebutuhan manusia secara berjenjang. Di tingkat yang paling dasar, ada Physiological Needs (kebutuhan fisik = biologis) yaitu kebutuhan yang diperlukan untuk mempertahankan kelangsungan hidup seseorang, seperti makan, minum, udara, perumahan dan lain-lainnya. Kebutuhan di level selanjutnya adalah Safety and Security needs (keamanan dan keselamatan) adalah kebutuhan akan keamanan dari ancaman. Pada level ketiga, ada Affiliation or Acceptance Needs adalah kebutuhan sosial, teman, dicintai dan mencintai serta diterima dalam pergaulan kelompok. Level selanjutnya adalah Esteem or Status or Egoistic Needs (kebutuhan akan penghargaan diri), kebutuhan akan pengakuan serta penghargaan dari orang lain. Di puncak pioramida (level kelima), ada kebutuhan Self Actuallization, adalah kebutuhan aktualisasi diri dengan menggunakan kecakapan, kemampuan, ketrampilan, dan potensi optimal untuk mencapai prestasi yang luar biasa yang sulit dicapai orang lain.
Dari kelima jenis kebutuhan ini, 3 jenis kebutuah teratas, yakni Affiliation or Acceptance Needs (Kebutuhan Sosial/Cinta), Esteem or Status or Egoistic Needs (kebutuhan akan penghargaan diri) dan Self Actuallization (aktualisasi diri) dapat diperoleh dengan menjadi warga facebook. Facebooker bisa menemukan rasa kasih sayang dan perhatian dari sesama facebooker. Facebook juga menyediakan beragam fasilitas untuk mengungkapkan perhatian dan rasa kasih sayang. Baik berupa ucapan dinding, ucapan selamat ulang tahun ataupun simbol-simbol ungkapan kasih sayang.
Kebutuhan akan penghargaan juga bisa ditemukan lewat apresiasi atas buah pikiran yang kita lontarkan melalui Facebook. Facebook juga memenuhi dahaga aktualisasi diri kita dengan multi fasilitas. Orang bisa beraktulisai diri dengan membuat tulisan di “Notes”, memamerkan foto-foto aktivitas, atau berqaktualisasi diri dengan membantu orang lain dengan memberikan informasi-informasi penting dengan menggunakan “Links”. Aktualisasi diri dapat pula berupa memperjuangkan isu kebijakan publik dengan membentuk “Groups” untuk menggalang simpati publik.
Jawaban terakhir, atau jawaban kelima saya adalah orang bisa lebih “merdeka” di dunia Facebook dibanding di dunia nyata. Terkadang ada orang di dunia nyata adalah orang yang kuper dan pendiam. Namun di dunia facebook kita bisa menemukannya sebagai orang yang cukup cerewet. Kita bisa menemukan komentar-komentar di “dindingnya” atau “obrolan-obrolannya “ yang cukup gaul dan jauh dari kesan kuper. Apakah Facebook juga telah menjadi alat terapi yang cukup efektif bagi mereka? Entahlah, mungkin para psikolog perlu menelitinya lebih lanjut.
Mungkin saja patron-patron dunia nyata begitu menelikung mereka, sehingga dalam dunia nyata mereka harus bertopeng, tidak mengekspresikan diri mereka yang sebenarnya. Atau bisa pula sebaliknya dunia maya telah memberi ruang bagi pelepasan hasrat, atau “Id” dalam istilah Freud, “Libidoshopy” dalam tulisan Yasraf.
Sekadar Refleksi
Saya juga tidak ingin “menilai dan menghakimi” fatwa Forum Musyawarah Pondok Pesantren Putri (FMPP) se-Jawa Timur yang mengharamkan penggunaan jejaring sosial seperti "facebook" secara berlebihan. Jangan sampai telinga kita memang lebih sensitif mendengar kata “fatwa” dibanding mendengarkar argumentasi para ulama secara holistik. Bukankah beliau-beliau menekankan kata “berlebihan”.
Mungkin pola relasi ulama dan ummat bukan lagi pola relasi “patron-client”. Ummat tak lagi belajar Islam melulu dari para ulama. Ummat bisa belajar langsung dari buku, internet, ataupun seminar. Ulama tak lagi sepenuhnya menjadi rujukan dalam menjelaskan dunia. Meskipun demikian, kita harus tetap memberikan ruang untuik mendengarkan argumentasi mereka pendekatan nalar objektif.
Kalau, kita tak lagi acuh pada fatwa, setidaknya mari kita dengarkan suara nurani kita. Mari kita menjawab pertanyaan-pertanyan ini di nurani kita masing-masing. Apakah kita tidak sedang kecanduan facebook? Betulkah tidak ada kewajiban yang kita lalaikan akibat kecanduan tersebut? Apakah facebook telah masih menyisakan kita ruang untuk mempertanyakan makna dan tujuan hidup? Apakah facebook telah menghilangkan silaturahmi human-touch kita? Betulkah kita sudah merasa cukup untuk melepaskan kerinduan pada keluarga dan sahabat kita hanya berhadapan dengan layar komputer/hp? ***

Tidak ada komentar: